Apa sih yang menyebabkan belajar sejarah itu kurang diminati oleh para siswa?
Salah satu penyebab siswa sekolah menengah kurang berminat belajar sejarah adalah model, strategi, atau metode pembelajaran yang kurang inovatif. Model-model yang lebih bervariasi tidak dijalankan karena keterbatasan waktu, media pembelajaran, dan kemampuan guru untuk menerapkan variasi model pembelajaran.
Inovasi pembelajaran dapat dilakukan dari pencanangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, poses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, dan akhirnya mengadakan penilaian terhadap bahan-bahan yang diajarkan.
Terdapat fakta-fakta yang menarik terkait dengan pelajaran sejarah di beberapa sekolah yaitu mata pelajaran sejarah ditempatkan di jam-jam terakhir sehingga kondisi dan kesiapan menerima materi bagi siswa sangat berkurang. Siswa tidak konsentrasi dan tidak fokus.
Untuk sekolah SMK jam pelajaran sejarah sangat sedikit. Keterbatasan buku-buku pelajaran sekolah juga menjadi kendala dalam pembelajaran sejarah. Isi kurikulum pelajaran sejarah sudah diatur oleh pusat, terutama peristiwa-peristiwa sejarah nasional. Sedangkan sejarah lokal setempat tidak mendapat tempat.
Sebagian siswa meremehkan pelajaran sejarah. Persepsi mereka lebih pada sekadar hapalan. Alokasi jam pelajaran sejarah yang tidak menguntungkan, jam pelajaran sejarah umumnya ditempatkan pada sisa-sisa waktu setelah jam pelajaran matematika, dan bahasa inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Faktor image yang terbentuk dalam masyarakat, termasuk orang tua dan siswa yang memandang pelajaran sejarah sebagai pelajaran yang kurang penting.
Lagipula, materi pelajaran sejarah di sekolah diujikan dalam bentuk pilihan ganda. Hasilnya siswa menjadi generasi pilihan ganda yang kurang mampu mengekspresikan gagasannya karena kurang latihan membuat esai, karangan, ekspresi pemikiran.
Pelajaran sejarah, lewat pilihan ganda itu disulap menjadi seperti ilmu eksakta yang jawabannya tak boleh tidak ”pasti yang itu” saja. Jawaban lainnya yang disediakan dalam pilihan ganda tersebut, walau mirip-mirip atau mendekati kebenaran, tidak punya nilai, salah, dan nilainya nol.
Jadilah siswa senang main tebak-tebakan kurang kritis, daya analisisnya amat rendah karena titik berat metode pendidikan adalah pada hafalan, bukan oleh kecerdasan. Pengembangan nalar mereka akhirnya hanya terbatas di situ-situ saja: menghafal.
Terdapat tiga model pembelajaran sejarah. Pertama, model partisipatif, dalam model ini siswa diikutsertakan dan terlibat langsung serta berinisiatif sendiri, partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah keterlibatan siswa dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Di mana salah satu iklim yang kondusif untuk kegiatan belajar adalah pembinaan hubungan antara siswa, dan antara siswa dengan pendidik sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar.
Kedua, model uji appraisal dilandasi oleh suatu pandangan bahwa setiap orang pada dasarnya memiliki pengalaman yang cukup kaya untuk bisa diolah menjadi bahan pembelajaran. Intinya adalah menggali pengalaman peserta dan melakukan sesuai dengan pengalamannya.
Ketiga, model tutorial yaitu guru atau pemandu terlebih dahulu memberikan bimbingan materi kepada siswa.
Dari ketiga model tersebut, model partisipatif memiliki beberapa implikasi yaitu terkendala waktu yang lama karena siswa kurang informasi, membutuhkan alat peraga. Butuh ruangan yang luas dan representatif. Model ini memiliki keunggulan yaitu siswa lebih fokus, mandiri, dan banyak surprise.
Model kedua yang diujikan yaitu model appraisal, ternyata dalam model ini siswa dan guru saling menghargai, siswa sebagai narasumber, guru sebagai fasilitator, kelemahan model ini adalah bagi siswa yang bukan berasal dari keluarga memiliki latar belakang pendidikan tinggi akan mengalami kesulitan/tidak fokus/tidak konsentrasi, begitu pula bagi siswa yang belum pernah berkunjung atau melihat museum atau situs sejarah, akan sangat kesulitan mengikuti model ini. Peranan fasilitator lebih besar, namun seiring dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa para siswa itu sendiri.
Uji model ketiga yaitu model tutorial lebih pada pembelajaran terpusat pada guru, siswa pasif, tidak aktif, mengantuk, menunggu perintah guru/tidak ada surprise/ diskusi kurang berkembang. Model pembelajaran seperti itu menempatkan siswa hanya sebagai obyek. Siswa tidak dihargai sebagai individu yang sedang belajar dan membutuhkan bimbingan untuk mengembangkan potensinya, baik potensi intelektual maupun kepribadiannya. Dalam model tutorial siswa tidak fokus, tampak bingung, dan bosan.
Nah bagaimanakah dengan Anda sebagai pendidik, dengan karakteristik siswa Anda tersebut, model apakah yang tepat?
No comments:
Post a Comment